Kamis, 25 April 2013

makalah PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN



PENDAHULUAN
Perkembangan adalah sesuatu yang harus terjadi dan dikuasai oleh  remaja, salah satu tugas remaja dalam hal ini adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Biasanya pada usia remaja awal selalu dihadapkan dunia yang teramat heterogen baik secara sosial maupun kebutuhan nyatanya. Ia mungkin saja akan menyerahkan nasib keberagamaannya pada “takdir” ataukah ia akan selalu hanyut dalam keragu-raguan, akhirnya ialah yang akan menentukan beberapa pilihannya apakah yang bercorak negatif atau positif, bahkan mengacaukan pandangan hidupnya, bisa saja sebaliknya, ia akan mengokohkan pandangan hidupnya, utamanya berkaitan dengan keberagamaanya.
Disisi lainya, pada masa ini,  remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun sebelum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.
Rumusan Masalah
Ø       Pengertian perkembangan
Ø       Faktor-yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan pada remaja (Usia MTs)
Ø       Perkembangan Masa Remaja (Anak Usia MTs)
Ø       Metode penanaman nilai-nilai agama pada remaja (Usia MTs)
PEMBAHASAN
A.    Pengertian perkembangan
Istilah “perkembangan” (development) secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organism dari lahir sampai mati, perubahan dalam bentuk dan integrasi dari bagian-bagian jasmaniyah ke dalam bagian fungsional, kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Sedangkan menurut F.J Monks bahwa “perkembangan adalah suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak dapat diulang kembali”.[1]
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ( E.B. Harlock ). Dimaksudkan bahwa perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan (kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif ( dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri individu tersebut.
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan merupakan peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan yaitu merupakan perubahan individu kearah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai ahir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7 bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari.Mka proses perubahan tarsebut dinamakan dengan perkembangan.
B.     Faktor-yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan pada remaja (Usia MTs)
Jiwa keagamaan juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan. Dengan demikian jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Pengaruh tersebut baik yang bersumber dari dalam diri seseorang (intern) maupun yang bersumber dari faktor luar (ekstern).
Faktor intern
Secara garis besarnya faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain:
a.       Faktor kognitif, mengacu pada remaja yang memiliki mental masih abstrak, mereka hanya mengkaji isu-isu agama dengan berpatokan pada dasar-dasar agama tanpa memperdalaminya lebih lanjut.
b.      Faktor personal, mengacu pada konsep individual dan identitas, individual maksudnya seseorang itu selalu menyendiri sedangkan identitas maksudnya proses menuju pada kestabilan jiwa.
c.       Faktor hereditas, perbuatan yang buruk dan tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa berdosa dan perasaan seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
d.      Tingkat usia, pada usia remaja saat mereka menginjak usia kematangan seksual mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan mereka. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi agama. Bahkan pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadinya konversi agama meskipun konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang.
e.       Kepribadian, dalam kondisi normal secara individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang seperti kepribadian ganda dan sebagainya kondisi seperti ini juga ikut mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
f.       Kondisi kejiwaan, seorang yang mengidap schizoprenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta persepsinya tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi. Demikian pula pengidap phobia akan dicekam oleh perasaan takut yang irasional sedangkan penderita infantil autisme (berperilaku seperti anak-anak) akan berperilaku seperti anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.
1.      Faktor ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:
a.  Lingkungan keluarga, konsep father image (citra kebapaan) menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh citra terhadap bapaknya. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukan jiwa keagamaan. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
b. Lingkungan institusional, yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa kegamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Kurikulum, hubungan guru dan murid serta hubungan antar teman dilihat dari kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya ketiga kelompok tersebut ikut berpengaruh sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagaman tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
c.  Lingkungan masyarakat, yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keberagamaan sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi keagamaan. Keadaan seperti ini akan berpengaruh dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.
Robert H. Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok utama, yaitu:[2]
1.      Pengaruh- pengaruh social
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
2.      Berbagai pengalaman
Pengalaman anak tentang Tuhan, pertama kali melalui orang tua dan lingkungan keluarganya. Kata-kata, sikap dan tindakan orangtua, sangat mempengaruhi perkembangan pada anak. Uswatun Hasanah yang ditampilkan orangtua berpengaruh signifikan pada kesadaran perkembangan anak, yang selanjutnya berimplikasi pada sikapnya dalam beragama. Dalam fase ini si anak hanya menstransfer dalam dirinya, apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Proses pemasukan data pengalaman ini, meraka lakukan secara alami, tanpa ada reserve sama sekali si anak tidak memiliki kemampuan untuk memikirkannya.
3.      Kebutuhan
Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya kematian.
4.      Proses pemikiran
Faktor terakhir adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran- ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.
C.    Perkembangan Masa Remaja (Anak Usia MTs)
Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah remaja yang berpendapat bahwa agama adalah omong kosong, mengingkari pentingnya agama dan menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu.
Beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya antara lain:
1.      Perkembangan pikiran dan mental, ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-nornma kehidupan lainnya. Agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajaranya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya.
2.      Perkembangan perasaan, berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja, perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati kehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi mereka yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Karena masa remaja merupakan masa kematangan seksual didorong perasaan ingin tahu remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
3.      Perkembangan sosial, dalam kehidupan beragama mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4.      Perkembangan moral, para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang terlihat pada para remaja mencakup: (a) self directive ‘taat terhadap agama’; (b) adaptive ‘mengikuti situasi lingkungan’; (c) submissive ‘keraguan terhadap ajaran agama’; (d) unadjusted ‘belum meyakini kebenaran ajaran agama’; (e) deviant ‘menolak dasar agama’.
5.      Sikap dan minat, remaja terhadap masalah agama boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
6.      Ibadah, pandangan remaja tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut: (a) mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka; (b) sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita; (c) sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya; (d) sembahyang meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat; (e) sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti penting.
Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka masa remaja mempunyai arti khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan. Masa remaja adalah suatu stadium dalam siklus perkembangan anak dengan rentang usia antara 12 tahun sampi 21 tahun bagi orang perempuan dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi orang laki-laki. Jika dibagi dalam suatu tahap maka usia remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir kemudian anak usia MTs termasuk dalam ketegori remaja awal.
Pada masa ini anak dikenal sebagai masa pencarian dan penjajahan identitas diri kekaburan ini yang menyebabkan anak berada dipersimpagan jalan yang tak tahu mau kemana dan jalan mana yang yang harus diambiluntuk sampai pada jati diri yang sesunguhnya. Itulah sebabnya anak usia MTs tidak di kategorikan sebagai seorang anak-anak dan tidak pula di katakana sebagai orang yang dewasa.[3]
Meskipun diakui bahwa anak remaja awal (anak usia MTs) masih belum mampu menguasai fungsi fisik maupun psikisnya akan tetapi ia butuh pengkuan dan penghargaan bahwa ia telah mampu melaksanakan tugas-tugas seperti yang dilakukan orang dewasa dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang dikerjakannya oleh karenya kepercyaan atas diri anak diperlukan agar mereka merasa dihargai.
Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa penghayatan keagamaan masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam tiga sub tahapan sebagai berikut:
a.  Sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
b.  Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c.  Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
D.    Metode penanaman nilai-nilai agama pada remaja (Usia MTs)
Ada banyak metode-metode untuk menanamkan nilai-nilai agama pada remaja yang terdiri atas:[4]
1.      Metode penanaman nilai agama sejak dini
Rasulullah bersabda bahwa setiap anak itu terlahir dalam keadaan fitrah (Islam) orang tuanyalah yang menjadikan dia majusi, nasrani atau yahudi. Jadi jika anak ditanamkan nilai agama sejak dini maka ketika dia menginjak usia remaja akan memiliki aqidah agama yang kuat apabila lingkungan sekitarnya terutama orang tua memberikan stimulus positif. Ketika dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih mantap pada aqidah agama yang dipeluknya.
2.      Metode penanaman nilai agama lewat pembiasaan diri
Setiap orang pasti memiliki kebiasaan yang dilakukannya secara terus menerus dan tanpa disadari sehingga kadang-kadang orang berpikir mengapa melakukan kegiatan itu sedangkan dalam pikirannya tidak ada niatan untuk melakukan kegiatan itu. Jadi bagaimana membiasakan kebiasaan yang positif, hal ini dapat dilakukan apabila lingkungan sekitar terutama orang tua menanamkan nilai-nilai positif sejak dini sehingga hal itu dapat menjadi kebiasaan setiap hari.
3.      Metode pendekatan analisis nilai
Memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan remaja dan dewasa untuk berpikir secara positif serta mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Kemudian mereka diberikan keleluasaan untuk beraktifitas serta menilai apakah yang dilakukannya itu bermanfaat bagi orang lain atau tidak sehingga mereka dapat mengintropeksi diri dan biarkan diri mereka sendiri yang menilai.
4.      Metode penanaman nilai agama lewat pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik dari ungkapan ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang itu pasti memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman tersebut metode ini mencoba menanamkan nilai-nilai agama lewat pengalaman. Orang yang ceroboh pasti tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya dan seorang muslim sejati tidak akan terjerumus pada lubang yang sama.














KESIMPULAN

Dari uraian makalah diatas dapat diambil simpulan :
a.       Perkembangan sosial pada anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan yangpertama kali ia temui yaitu keluarga
b.      Kecerdasan seorang anak akan berkembang seiring dengan berjalannya usia,hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa metode pendidikan yang baik yang ia dapatkan baik dari keluarga maupun sekolah dan juga lingkungandimana ia tinggal akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
c.       Anak usia sekolah akan dapat memahami, mempelajari serta menerapkanprinsip-prinsip abstrak yang berhubungan dengan moral yang berlaku dimasyarakat jika mereka sudah mampu memahami bahwa mereka adalahbagian dari masyarakat dan merupakan makhluk sosial.
d.      Tentang konsep ketuhanan, mereka belum dapat menerima penjelasan yangbersifat abstrak melainkan mereka masih membutuhkan penjelasan sertacontoh yang bersifat riil.















REFERENSI

Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi belajar. PT. Rineka cipta, Jakarta: 2002
Desmita. Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosda Karya, Bandung:2010
Jalaluddin. Psikologi Agama. PT Raja Grafindo persada Jakarta:1998
http//aspek-dan-perkembangan-agama-pada-anak_files



[1] Desmita. Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosda Karya, Bandung:2010 hlm 4
[2] Jalaluddin. Psikologi Agama. PT Raja Grafindo persada Jakarta:1998
[3] Drs. Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi belajar. PT. Rineka cipta, Jakarta: 2002 hlm107
[4] http//aspek-dan-perkembangan-agama-pada-anak_files

Tidak ada komentar:

Posting Komentar