PENDAHULUAN
Perkembangan adalah sesuatu yang harus terjadi dan dikuasai oleh remaja, salah satu tugas remaja dalam hal ini
adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian
mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus
dibimbing, diawasi didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu
anak-anak.
Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting,
yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi.
Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap
tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence),
minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai
estetika dan isu-isu moral.
Biasanya
pada usia remaja awal selalu dihadapkan dunia yang teramat heterogen baik
secara sosial maupun kebutuhan nyatanya. Ia mungkin saja akan menyerahkan nasib
keberagamaannya pada “takdir” ataukah ia akan selalu hanyut dalam
keragu-raguan, akhirnya ialah yang akan menentukan beberapa pilihannya apakah
yang bercorak negatif atau positif, bahkan mengacaukan pandangan hidupnya, bisa
saja sebaliknya, ia akan mengokohkan pandangan hidupnya, utamanya berkaitan
dengan keberagamaanya.
Disisi lainya, pada masa ini,
remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan
intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat
besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun
sebelum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini
remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa
kecewa.
Rumusan
Masalah
Ø Pengertian perkembangan
Ø
Faktor-yang mempengaruhi perkembangan keberagamaan
pada remaja (Usia MTs)
Ø Perkembangan Masa Remaja (Anak Usia MTs)
Ø
Metode penanaman nilai-nilai agama pada remaja
(Usia MTs)
PEMBAHASAN
A. Pengertian
perkembangan
Istilah “perkembangan” (development) secara
sederhana dapat diartikan sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif
dalam organism dari lahir sampai mati, perubahan dalam bentuk dan integrasi
dari bagian-bagian jasmaniyah ke dalam bagian fungsional, kedewasaan atau
kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari. Sedangkan
menurut F.J Monks bahwa “perkembangan adalah suatu proses kearah yang lebih
sempurna dan tidak dapat diulang kembali”.[1]
Perkembangan
merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman dan terdiri atas serangkaian perubahan yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif ( E.B. Harlock ). Dimaksudkan bahwa
perkembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan
(kemampuan seseorang sesuai usia normal) dan pengalaman yang merupakan
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan
kualitatif dan kuantitatif ( dapat diukur) yang menyebabkan perubahan pada diri
individu tersebut.
Perkembangan
mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang berbeda dari
sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan merupakan
peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari
sifat-sifat sebelumnya.
Dari pendapat
para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan yaitu
merupakan perubahan individu kearah yang lebih sempurna yang terjadi dari
proses terbentuknya individu sampai ahir hayat dan berlangsung secara terus
menerus. Sebagai contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab
kemudian setelah kira-kira 7 bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang
lain, kemudian pada umur 9 bulan baru dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan
sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru dapat berjalan dengan
lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari.Mka proses perubahan tarsebut
dinamakan dengan perkembangan.
B. Faktor-yang mempengaruhi perkembangan
keberagamaan pada remaja (Usia MTs)
Jiwa keagamaan
juga mengalami proses perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan. Dengan
demikian jiwa keagamaan tidak luput dari berbagai gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangannya. Pengaruh tersebut baik yang bersumber dari dalam
diri seseorang (intern) maupun yang bersumber dari faktor luar (ekstern).
Faktor intern
Secara garis besarnya faktor-faktor
yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain:
a. Faktor kognitif, mengacu pada remaja
yang memiliki mental masih abstrak, mereka hanya mengkaji isu-isu agama dengan
berpatokan pada dasar-dasar agama tanpa memperdalaminya lebih lanjut.
b. Faktor personal, mengacu pada konsep
individual dan identitas, individual maksudnya seseorang itu selalu menyendiri
sedangkan identitas maksudnya proses menuju pada kestabilan jiwa.
c. Faktor hereditas, perbuatan yang buruk
dan tercela jika dilakukan akan menimbulkan rasa bersalah dalam diri pelakunya.
Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan agama maka akan timbul rasa
berdosa dan perasaan seperti ini yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan seseorang.
d. Tingkat usia, pada usia remaja saat
mereka menginjak usia kematangan seksual mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan mereka. Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para
remaja ini menimbulkan konflik kejiwaan yang cenderung mempengaruhi terjadinya
konversi agama. Bahkan pada usia adolesensi sebagai rentang umur tipikal terjadinya
konversi agama meskipun konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan
bukan akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang.
e. Kepribadian, dalam kondisi normal secara
individu manusia memiliki perbedaan dalam kepribadian dan perbedaan ini
diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek kejiwaan termasuk
jiwa keagamaan. Di luar itu dijumpai pula kondisi kepribadian yang menyimpang
seperti kepribadian ganda dan sebagainya kondisi seperti ini juga ikut
mempengaruhi perkembangan berbagai aspek kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
f. Kondisi kejiwaan, seorang yang mengidap
schizoprenia akan mengisolasi diri dari kehidupan sosial serta persepsinya
tentang agama akan dipengaruhi oleh berbagai halusinasi. Demikian pula pengidap
phobia akan dicekam oleh perasaan takut yang irasional sedangkan penderita
infantil autisme (berperilaku seperti anak-anak) akan berperilaku seperti
anak-anak di bawah usia sepuluh tahun.
1. Faktor ekstern
Faktor ekstern
yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa keagamaan dapat dilihat dari
lingkungan di mana seseorang itu hidup. Umumnya lingkungan tersebut dibagi
menjadi tiga yaitu:
a. Lingkungan keluarga, konsep father image
(citra kebapaan) menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh
citra terhadap bapaknya. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi
pembentukan jiwa keagamaan. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa
keagamaan dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu sebagai
intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua
diberikan beban tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling
dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
b. Lingkungan institusional, yang ikut
mempengaruhi perkembangan jiwa kegamaan dapat berupa institusi formal seperti
sekolah ataupun yang nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi.
Kurikulum, hubungan guru dan murid serta hubungan antar teman dilihat dari
kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya ketiga kelompok tersebut
ikut berpengaruh sebab pada prinsipnya perkembangan jiwa keagaman tidak dapat
dilepaskan dari upaya untuk membentuk kepribadian yang luhur. Pembiasaan yang
baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan
perkembangan jiwa keagamaan seseorang.
c. Lingkungan masyarakat, yang memiliki
tradisi keagamaan yang kuat akan berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa
keberagamaan sebab kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun
institusi keagamaan. Keadaan seperti ini akan berpengaruh dalam pembentukan
jiwa keagamaan warganya.
Robert H.
Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok
utama, yaitu:[2]
1. Pengaruh- pengaruh social
Faktor sosial
mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu:
pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan
sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang
disepakati oleh lingkungan.
2. Berbagai pengalaman
Pengalaman anak
tentang Tuhan, pertama kali melalui orang tua dan lingkungan keluarganya.
Kata-kata, sikap dan tindakan orangtua, sangat mempengaruhi perkembangan pada
anak. Uswatun Hasanah yang ditampilkan orangtua berpengaruh signifikan pada
kesadaran perkembangan anak, yang selanjutnya berimplikasi pada sikapnya dalam
beragama. Dalam fase ini si anak hanya menstransfer dalam dirinya, apa yang
dilihat, didengar dan dirasakan. Proses pemasukan data pengalaman ini, meraka
lakukan secara alami, tanpa ada reserve sama sekali si anak tidak memiliki
kemampuan untuk memikirkannya.
3. Kebutuhan
Faktor lain yang
dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang tidak
dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya kebutuhan
akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam
empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta,
kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul karena adanya
kematian.
4. Proses pemikiran
Faktor terakhir
adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa
masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi
mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan
mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran-
ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan
pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga
tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.
C. Perkembangan
Masa Remaja (Anak Usia MTs)
Perkembangan
agama pada remaja ditandai dengan tingkah remaja yang berpendapat bahwa agama
adalah omong kosong, mengingkari pentingnya agama dan menolak
kepercayaan-kepercayaan terdahulu.
Beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya antara lain:
1. Perkembangan pikiran dan mental, ide dan
dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah
tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai
timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,
sosial, ekonomi dan norma-nornma kehidupan lainnya. Agama yang ajarannya
bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk
tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajaranya kurang
konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan
pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran
agamanya.
2. Perkembangan perasaan, berbagai perasaan
telah berkembang pada masa remaja, perasaan sosial, etis dan estetis mendorong
remaja untuk menghayati kehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan
religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang
religius pula. Sebaliknya bagi mereka yang kurang mendapat pendidikan dan
siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Karena masa
remaja merupakan masa kematangan seksual didorong perasaan ingin tahu remaja
lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
3. Perkembangan sosial, dalam kehidupan
beragama mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja
sangat bingung menentukan pilihan itu karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi maka para remaja lebih cenderung jiwanya
untuk bersikap materialis.
4. Perkembangan moral, para remaja bertitik
tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang
terlihat pada para remaja mencakup: (a) self directive ‘taat terhadap agama’;
(b) adaptive ‘mengikuti situasi lingkungan’; (c) submissive ‘keraguan terhadap
ajaran agama’; (d) unadjusted ‘belum meyakini kebenaran ajaran agama’; (e)
deviant ‘menolak dasar agama’.
5. Sikap dan minat, remaja terhadap masalah
agama boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa
kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
6. Ibadah, pandangan remaja tentang ibadah
diungkapkan sebagai berikut: (a) mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan
mendengar dan akan mengabulkan doa mereka; (b) sembahyang dapat menolong mereka
meredakan kesusahan yang mereka derita; (c) sembahyang menyebabkan mereka
menjadi senang sesudah menunaikannya; (d) sembahyang meningkatkan tanggung
jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat; (e) sembahyang merupakan
kebiasaan yang mengandung arti penting.
Dalam
perkembangan kepribadian seseorang maka masa remaja mempunyai arti khusus, namun
begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses
perkembangan. Masa remaja adalah suatu stadium dalam siklus perkembangan anak
dengan rentang usia antara 12 tahun sampi 21 tahun bagi orang perempuan dan 13
tahun sampai 22 tahun bagi orang laki-laki. Jika dibagi dalam suatu tahap maka
usia remaja dibagi menjadi dua yaitu remaja awal dan remaja akhir kemudian anak
usia MTs termasuk dalam ketegori remaja awal.
Pada masa ini
anak dikenal sebagai masa pencarian dan penjajahan identitas diri kekaburan ini
yang menyebabkan anak berada dipersimpagan jalan yang tak tahu mau kemana dan
jalan mana yang yang harus diambiluntuk sampai pada jati diri yang sesunguhnya.
Itulah sebabnya anak usia MTs tidak di kategorikan sebagai seorang anak-anak
dan tidak pula di katakana sebagai orang yang dewasa.[3]
Meskipun diakui
bahwa anak remaja awal (anak usia MTs) masih belum mampu menguasai fungsi fisik
maupun psikisnya akan tetapi ia butuh pengkuan dan penghargaan bahwa ia telah
mampu melaksanakan tugas-tugas seperti yang dilakukan orang dewasa dan dapat
bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang dikerjakannya oleh karenya
kepercyaan atas diri anak diperlukan agar mereka merasa dihargai.
Para ahli
umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa penghayatan
keagamaan masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam tiga sub tahapan
sebagai berikut:
a. Sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan)
disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama
secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras
dengan perbuatannya.
b. Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi
kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran
atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic
(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan
ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
D. Metode penanaman nilai-nilai agama pada remaja
(Usia MTs)
Ada
banyak metode-metode untuk menanamkan nilai-nilai agama pada remaja yang
terdiri atas:[4]
1. Metode penanaman nilai agama sejak dini
Rasulullah
bersabda bahwa setiap anak itu terlahir dalam keadaan fitrah (Islam) orang
tuanyalah yang menjadikan dia majusi, nasrani atau yahudi. Jadi jika anak
ditanamkan nilai agama sejak dini maka ketika dia menginjak usia remaja akan
memiliki aqidah agama yang kuat apabila lingkungan sekitarnya terutama orang
tua memberikan stimulus positif. Ketika dia menginjak usia dewasa maka dia akan
lebih mantap pada aqidah agama yang dipeluknya.
2. Metode penanaman nilai agama lewat
pembiasaan diri
Setiap
orang pasti memiliki kebiasaan yang dilakukannya secara terus menerus dan tanpa
disadari sehingga kadang-kadang orang berpikir mengapa melakukan kegiatan itu
sedangkan dalam pikirannya tidak ada niatan untuk melakukan kegiatan itu. Jadi
bagaimana membiasakan kebiasaan yang positif, hal ini dapat dilakukan apabila
lingkungan sekitar terutama orang tua menanamkan nilai-nilai positif sejak dini
sehingga hal itu dapat menjadi kebiasaan setiap hari.
3. Metode pendekatan analisis nilai
Memberikan
penekanan pada perkembangan kemampuan remaja dan dewasa untuk berpikir secara
positif serta mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari. Kemudian mereka
diberikan keleluasaan untuk beraktifitas serta menilai apakah yang dilakukannya
itu bermanfaat bagi orang lain atau tidak sehingga mereka dapat mengintropeksi
diri dan biarkan diri mereka sendiri yang menilai.
4. Metode penanaman nilai agama lewat
pengalaman
Pengalaman
merupakan guru yang terbaik dari ungkapan ini dapat diambil kesimpulan bahwa
setiap orang itu pasti memiliki pengalaman yang berbeda dari pengalaman
tersebut metode ini mencoba menanamkan nilai-nilai agama lewat pengalaman.
Orang yang ceroboh pasti tidak akan mengulangi kesalahan yang pernah
dilakukannya dan seorang muslim sejati tidak akan terjerumus pada lubang yang
sama.
KESIMPULAN
Dari uraian makalah diatas dapat diambil
simpulan :
a. Perkembangan sosial pada anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan yangpertama kali ia temui yaitu keluarga
b. Kecerdasan seorang anak akan berkembang
seiring dengan berjalannya usia,hal ini juga tidak menutup kemungkinan bahwa
metode pendidikan yang baik yang ia dapatkan baik dari keluarga maupun sekolah
dan juga lingkungandimana ia tinggal akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
c. Anak usia sekolah akan dapat memahami,
mempelajari serta menerapkanprinsip-prinsip abstrak yang berhubungan dengan
moral yang berlaku dimasyarakat jika mereka sudah mampu memahami bahwa mereka
adalahbagian dari masyarakat dan merupakan makhluk sosial.
d. Tentang konsep ketuhanan, mereka belum
dapat menerima penjelasan yangbersifat abstrak melainkan mereka masih
membutuhkan penjelasan sertacontoh yang bersifat riil.
REFERENSI
Syaiful Bahri Djamarah. Psikologi belajar. PT. Rineka cipta, Jakarta: 2002
Desmita. Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosda Karya, Bandung:2010
Jalaluddin. Psikologi Agama. PT Raja Grafindo persada Jakarta:1998
http//aspek-dan-perkembangan-agama-pada-anak_files
Tidak ada komentar:
Posting Komentar